Senin, 10 Oktober 2016

KEPEMIMPINAN IBU KISWANTI




Kepemimpinan, Mulai Dari Kecil

Pada suatu saat, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang pendidikan, Musliar Kasim menyampaikan perhatiannya terhadap minat baca anak Indonesia yang dipandang masih rendah. Beliau berkomentar, ‟Kalau kita suruh mereka (anak-anak) membaca pasti tidak betah, kecuali yang kemampuan belajarnya sudah baik.”

Pertanyaannya sekarang, kenapa anak-anak sulit betah untuk membaca? Apakah karena tempatnya yang tidak nyaman? Atau karena pilihan bacaannya tidak ada yang sesuai dengan yang mereka cari? Atau karena tidak cukup banyak orang yang peduli untuk mendorong dan mendukung anak agar memupuk kesukaan membaca?

Beruntunglah kita masih punya Ibu Kiswanti. Beliau adalah tokoh di balik berdirinya Warung Baca Lebakwangi, atau biasa disingkat Warabal. Warung bacanya ini tidak serta-merta berdiri di Kampung Lebakwangi, Parung, Bogor. Ia mengawalinya dengan lebih dulu ‟menjemput bola”, berkeliling kampung dengan sepeda onthel yang diganduli dua keranjang buku di bagian depan dan belakangnya. Selama delapan bulan pertama, ia menempuh hingga 5 km setiap pagi dan sore dengan kayuhan sepedanya.

Ibu Kiswanti memperkenalkan diri dan buku-buku yang dibawanya kepada kerumunan anak yang sedang bermain, dengan mendatangi arisan warga, atau mendekati mereka yang baru bubar pengajian. Perlahan tapi pasti, warga terbiasa melihat Ibu Kiswanti dan buku-bukunya. Anak-anak kemudian tahu bahwa ada kegiatan lain yang lebih bermanfaat dibanding sekadar bermain tak keruan, yaitu membaca. Kini ia tak perlu lagi mengayuh sepeda hingga 5 km. Justru ratusan anak menyambangi warung bacanya dengan antusias, dan betah membaca di sana.

Berangkat dari latar belakang serba berkekurangan, beliau kini tampak seperti tokoh sosial yang lebih dari berkecukupan, karena sukses menjalankan warung baca dengan beragam fasilitas dan program tanpa pernah menarik bayaran dari anak-anak maupun orangtuanya. Kesadaran bahwa ‛Ia boleh berhenti sekolah, tapi tidak akan berhenti belajar, boleh jadi anak miskin, tapi tak boleh berhenti berusaha,’ menghantam ruang benaknya saat sedang tenggelam di lautan buku bekas, di jalan Malioboro, Yogyakarta. ‟Saya enggak punya uang, tidak berpendidikan, tetapi dari membaca saya punya banyak pengetahuan. Seperti bunga yang tak pernah layu dan terus mekar,” ujarnya menggambarkan semangatnya berbagi ilmu melalui buku.

Selain berhasil memberdayakan anak-anak dan warga kampungnya, kerja keras Ibu Kiswanti juga diganjar penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka—penghargaan dari perpusnas bagi mereka yang aktif mengembangkan perpustakaan dan minat baca di Indonesia pada Mei 2008 lalu. Belum lama ini, Maret 2013, beliau juga dinominasikan sebagai salah satu dari 6 Perempuan Inspiratif sebagai Local Heroes Indonesia yang diselenggarakan oleh Kedubes Amerika Serikat di Indonesia.

Ibu Kiswanti berhasil mewujudkan kepeduliannya dengan tindak nyata bermodal satu hal saja, dirinya dengan segala keyakinan dan semangat yang tinggi. Siapa nyana, seorang perempuan sederhana, tak berpendidikan tinggi pun, dan bukan berasal dari keluarga berkecukupan, bisa tampil sebagai sosok yang menggerakkan orang lain. Kehadirannya bisa mendorong orang lain untuk berpikir, hingga bisa bergerak secara mandiri, mengupayakan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya. Siapa yang bisa menyangkal bahwa ia adalah teladan dalam kepemimpinan?

Di dalam definisinya, ‘memimpin’ setara dengan beberapa hal, yaitu mengetuai, memenangkan paling banyak, memegang tangan sambil berjalan, memandu, dan melatih. Ketika kebanyakan orang mengadopsi hanya dua definisi pertama, Ibu Kiswanti justru telah mempraktikkan semua hal tersebut. Ia mengetuai sebuah ruang membaca, ia memenangkan kepercayaan masyarakat, ia ‘memegang tangan’ anak untuk berjalan ke arah yang lebih baik, dan ia juga memandu serta melatih orang-orang di sekitarnya untuk dapat lebih berdaya daripada sebelumnya.

Apalagi anak-anak adalah calon pemimpin-pemimpin, mereka harus diberi contoh yang menginspirasi. Persis seperti kalimat Isran Noor, calon Presiden dari Konvensi Rakyat, “Pemuda merupakan kunci perubahan dalam bernegara, karena akan menjadi pelopor utama dalam pembangunan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar