Senin, 24 Oktober 2016

Video Pembelajaran Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa baik ejaan maupun tanda bacanya sehingga mudah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya. Dengan kata lain, kalimat efektif mampu menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pendengar atau pembacanya seperti apa yang dimaksudkan oleh penulis.

Kamis, 13 Oktober 2016

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Model-Model Pembelajaran Yang Efektif Serta Langkah-Langkahnya


1.  PICTURE AND PICTURE
     
Langkah-langkah :
·         Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·         Menyajikan materi sebagai pengantar
·         Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
·         Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
·         Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
·         Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi  yang ingin dicapai
·         Kesimpulan/rangkuman

2.  JIGSAW (MODEL TIM AHLI) 
     Langkah-langkah :
·         Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
·         Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
·         Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
·         Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
·         Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
·         Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
·         Guru memberi evaluasi
·         Penutup 

3. EXAMPLES NON EXAMPLES
   Contoh dapat dari kasus/gambar yang relevan dengan KD
   Langkah-langkah
:
·         Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
·         Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
·         Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
·         Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
·         Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
·         Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
·         Kesimpulan

4. COOPERATIVE SCRIPT 
Skrip kooperatif : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan       mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari
    Langkah-langkah :
·         Guru membagi siswa untuk berpasangan
·         Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
·         Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
·         Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
·         Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
·         Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
·         Penutup

5. MIND MAPPING
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
    Langkah-langkah :
·         Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·         Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
·         Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
·         Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
·         Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papat dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
·         Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai  konsep yang disediakan guru

6. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR  (Modifikasi Dari Number Heads)
    Langkah-langkah :
·         Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
·         Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkaiMisalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
·         Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
·         Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
·         Kesimpulan

7. NUMBERED HEADS TOGETHER 
    Langkah-langkah :
·         Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
·         Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
·         Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
·         Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
·         Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
·         Kesimpulan

8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)
    (Pembelajaran Berdasarkan Masalah)
    Langkah-langkah :
·         Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa  terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
·         Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
·         Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan  penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
·         Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
·         Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka da  proses-proses yang mereka gunakan

9. STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
   TIM SISWA KELOMPOK PRESTASI (SLAVIN, 1995)

   Langkah-langkah :
·         Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
·         Guru menyajikan pelajaran
·         Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
·         Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
·         Memberi evaluasi
·         Kesimpulan

10. ARTIKULASI
      Langkah-langkah :
·         Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
·         Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
·         Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
·         Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya  mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
·         Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
·         Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
·         Kesimpulan/penutup



Senin, 10 Oktober 2016

ARTIKEL KURIKULUM 2013



                 Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu. Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan.Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik dipilih sesuai dengan pilihan mereka.Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK) sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP. Sejak kurikulum ini mulai diuji-cobakan 15 Juli 2013 yang dilaksanakan pada sekolah piloting pada 6.236 sekolah di seluruh Indonesia. Sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013 berkisar 3,62% dan sekolah yang belum melaksanakan Kurikulum 2013 ialah 96%. Tahun 2014 pemerintah pun menerapkan kurikulum itu di setiap satuan pendidikan di Indonesia, mulai dari SD berjumlah 116.000, SMP berjumlah 35.000, sampai ke sekolah menengah atas (SMA/SMK/MA) yang lebih dari 16. 000 sekolah. Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada sekolah piloting satu tahun berjalan masih menimbulkan permasalahan. Betapa banyak peserta didik yang hebat mengunduh informasi dari dunia maya, tetapi mereka tidak mampu menuliskan dan mengunggahnya. Setelah informasi diperoleh, peserta didik pun kesulitan menyampaikannya secara ilmiah. Akankah kita biarkan peserta didik yang tidak pandai menulis dan tidak tidak mampu berbicara ini? Guru masa depan diharapkan piawai membelajarkan siswa melalui sayap menulis dan berbicara agar Kurikulum 2013 tidak tinggal nama.                                   
              Implementasi pendekatan saintifk Kurikulum 2013 telah mengisyaratkan kemampuan itu melalui Permendiknas 81 A Tahun 2013. Guru yang tidak mau meng-upgrade diri akan ditinggalkan zaman atau zaman yang akan meninggalkan mereka. Akan berartikah di mata peserta didik jika tidak mampu menulis dan tidak cakap menyampaikan ide secara baik dan benar? Pendekataan saintifik telah digadang-gadang Kurikulum 2013 bermuara pada kedua kemampuan penopang kemampuan peserta didik dalam hal menulis dan berbicara. Untuk mengomunikasikan keilmuannya, media elektronik internet dapat dijadikan guru sebagai fasilitas langsung peserta didik untuk mewarnai pembelajaran. Sebutlah pada tataran pengamatan, pertanyaan, dan penalaran yang baik dapat diakses kapan saja oleh peserta didik. Muaranya ialah peserta didik harus mampu menulis dan hebat berbicara secara ilmiah. Pengambil kebijakan dan kepala sekolah patut merencanakan sederetan program yang dibutuhkan guru dan peserta didik secara nyata. Terbatasnya model belajar, strategi, dan metode pembelajaran guru dinyatakan pemicu lambatnya percepatan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah. Guru hebat akan membelajarkan peserta didiknya. Pelaksanaan penilaian autentik dengan segala formatnya dirasa rumit sehingga menjadikan guru pasrah, tetapi tak rela karena guru masih mencari format yang tepat. Ketika seminar dan ceramah-ceramah tidak mangkus lagi mendongkrak mutu belajar, saatnya pengambil kebijakan mengiringinya dengan program supervisi yang jelas, tegas, dan berkelanjutan. Guru terpilih dengan sebutan guru master atau guru inti pada Kurikulum 2013 masih berada pada titik lembam. Nyaris tak bergerak atau tidak digerakkan dengan program dan dana yang menggiringinya. Akibatnya siswa "mabuk" dengan label Kurikulum 2013, sedangkan proses pembelajaran masih seperti "taralah" juga. Guru masa depan tidak akan mengebiri perkembangan peserta didiknya. Didiklah peserta didik sesuai zamannya. Ungkapan ini merupakan cimeti guru untuk berubah ke arah lebih baik. Alangkah tak elok apabila masih ada guru yang mencari pembenaran diri, seraya berkata, "Dulu saya menggajar seperti ini juga, banyak peserta didik yang berhasil" mereka 'jadi orang' juga. Pernyataan ini sudah tak zaman lagi. Faktor guru masih dijadikan sorotan utama dalam mengaplikasikan kurikulum ini. Perubahan kurikulum akan menimbulkan penyempunaan cara belajar. Peserta didik berharap banyak pada guru sambil berusaha keras untuk menunggu perubahan yang berarti. Mereka ingin menjadi orang hebat, sedangkan program model pembelajaran guru untuk mengaplikasikan pendekatan saintifik Kurikulum 2013 masih belum kokoh bagi guru. Peserta didik menunggu penyempurnaan pembelajaran dari pemerintah. Inovatif guru sangat dinanti. Model pembelajaran yang menyenangkan sangat mereka tunggu. Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tegas menyatakan esensi perubahan Kurikulum 2013 tentang standar kompetensi lulusan (SKL) yang bermuara pada kriteria kualifikasi sikap, kemampuan, dan keterampilan. Pendekatan awal pengamatan dapat dilakukan peserta didik dengan melihat, membaca, mendengar/menyimak. Keterampilan bertanya pun perlu dimiliki guru untuk memancing peserta didik mengembangkan diri sambil mengasah daya nalar yang diukur dengan penilaian autentik. 

                 Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 yang berisi tentang standar penilaian menuntut adanya format yang harus disiapkan guru. Sementara orang tua peserta didik saat menerima rapor tidak paham sepenuhnya dengan nilai rapor anaknya. Selain tuntutan aturan, guru sulit memberi alasan kepada orang tua peserta didik yang menanyakan alasan sekolah mengkonversi nilai dari puluhan sampai 100 hingga diubah menjadi nilai A, B, C, dan D. Keterampilan berbicara ilmiah dan melahirkan ide yang jelas sumbernya sangat penting dimiliki peserta didik adar mereka bertanggungjawab, dan bekerja menurut prosedurnya. Ketidakmampuan peserta didik menulis dan berbicara secara ilmiah akan berdampak nyata pada pembelajaran untuk menyelesaiakan masalah fenomena kehidupan. Di sini peran guru memfungsikan kelas sebagai miniatur kehidupan nyata dengan memanfaatkan berbagai sumber media cetak, elektronik, internet, dan teknologi di sekolah. Guru profesional seharusnya memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan tugas membimbing, membina, dan mengarahkan kemampuan maksimal peserta didik belum terbiasa dengan teknologi dan menggunakan berbagai aplikasi teknologi. Peran guru sangat penting dan strategis, terutama dalam memberikan bimbingan, dorongan, semangat, dan fasilitas kepada peserta didik. Penguasaan terhadap iptek memang harus diiringi pemahaman etika. Sikap yang baik akan melahirkan peserta didik yang mampu memanfaatkan teknologi untuk kemajuan dirinya. Dengan demikian, peserta didik akan mampu mengembangkan kapasitasnya diri mereka hingga menjadi pribadi kuat, ulet, kreatif, disiplin, dan berprestasi, sehingga tidak menjadi korban dan tertindas oleh zaman. Peran pendidikan sangatlah penting untuk meningkatkan harkat dan martabat suatu masyarakat dan bangsa. Melalui Kurikulum 2013 bangsa akan kuat dan memiliki kemampuan bersaing dengan bangsa lain. Kurikulum 2013 menghendaki karakteristik masyarakat pada abad 21 mampu menghadapi tantangan melalui pembelajaran. Di sini nyali guru akan teruji untuk menyongsong tantangan. Guru profesional yang berada pada masyarakat abad 21 dengan mudah mengakses informasi lewat dunia maya dimimpikan mengangkat fenomena rendahnya mutu pendiidkan. Guru yang profesional akan membelajarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan, teknologi, berprestasi, dan beretika. Tantangan bagi guru profesional menghadapi globalisasi adalah membelajarkan peserta didik sesuai zamannya berbingkai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif melalui pendekatan saintifik Kurikulum 2013. Orang tua peserta didik diharapkan ambil bagian pula bersama komite untuk menopang percepatan dan kecepatan kemajuan pendidikan. Kurikulum 2013 sesuai yang digembar-gemborkan sebe­lumnya, diharapkan dapat memberikan harapan baru dalam me­wujudkan pendidikan Indonesia yang maju, mandiri, dan dapat berdiri tegak di hadapan bangsa-bangsa lainnya. 

KEPEMIMPINAN IBU KISWANTI




Kepemimpinan, Mulai Dari Kecil

Pada suatu saat, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang pendidikan, Musliar Kasim menyampaikan perhatiannya terhadap minat baca anak Indonesia yang dipandang masih rendah. Beliau berkomentar, ‟Kalau kita suruh mereka (anak-anak) membaca pasti tidak betah, kecuali yang kemampuan belajarnya sudah baik.”

Pertanyaannya sekarang, kenapa anak-anak sulit betah untuk membaca? Apakah karena tempatnya yang tidak nyaman? Atau karena pilihan bacaannya tidak ada yang sesuai dengan yang mereka cari? Atau karena tidak cukup banyak orang yang peduli untuk mendorong dan mendukung anak agar memupuk kesukaan membaca?

Beruntunglah kita masih punya Ibu Kiswanti. Beliau adalah tokoh di balik berdirinya Warung Baca Lebakwangi, atau biasa disingkat Warabal. Warung bacanya ini tidak serta-merta berdiri di Kampung Lebakwangi, Parung, Bogor. Ia mengawalinya dengan lebih dulu ‟menjemput bola”, berkeliling kampung dengan sepeda onthel yang diganduli dua keranjang buku di bagian depan dan belakangnya. Selama delapan bulan pertama, ia menempuh hingga 5 km setiap pagi dan sore dengan kayuhan sepedanya.

Ibu Kiswanti memperkenalkan diri dan buku-buku yang dibawanya kepada kerumunan anak yang sedang bermain, dengan mendatangi arisan warga, atau mendekati mereka yang baru bubar pengajian. Perlahan tapi pasti, warga terbiasa melihat Ibu Kiswanti dan buku-bukunya. Anak-anak kemudian tahu bahwa ada kegiatan lain yang lebih bermanfaat dibanding sekadar bermain tak keruan, yaitu membaca. Kini ia tak perlu lagi mengayuh sepeda hingga 5 km. Justru ratusan anak menyambangi warung bacanya dengan antusias, dan betah membaca di sana.

Berangkat dari latar belakang serba berkekurangan, beliau kini tampak seperti tokoh sosial yang lebih dari berkecukupan, karena sukses menjalankan warung baca dengan beragam fasilitas dan program tanpa pernah menarik bayaran dari anak-anak maupun orangtuanya. Kesadaran bahwa ‛Ia boleh berhenti sekolah, tapi tidak akan berhenti belajar, boleh jadi anak miskin, tapi tak boleh berhenti berusaha,’ menghantam ruang benaknya saat sedang tenggelam di lautan buku bekas, di jalan Malioboro, Yogyakarta. ‟Saya enggak punya uang, tidak berpendidikan, tetapi dari membaca saya punya banyak pengetahuan. Seperti bunga yang tak pernah layu dan terus mekar,” ujarnya menggambarkan semangatnya berbagi ilmu melalui buku.

Selain berhasil memberdayakan anak-anak dan warga kampungnya, kerja keras Ibu Kiswanti juga diganjar penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka—penghargaan dari perpusnas bagi mereka yang aktif mengembangkan perpustakaan dan minat baca di Indonesia pada Mei 2008 lalu. Belum lama ini, Maret 2013, beliau juga dinominasikan sebagai salah satu dari 6 Perempuan Inspiratif sebagai Local Heroes Indonesia yang diselenggarakan oleh Kedubes Amerika Serikat di Indonesia.

Ibu Kiswanti berhasil mewujudkan kepeduliannya dengan tindak nyata bermodal satu hal saja, dirinya dengan segala keyakinan dan semangat yang tinggi. Siapa nyana, seorang perempuan sederhana, tak berpendidikan tinggi pun, dan bukan berasal dari keluarga berkecukupan, bisa tampil sebagai sosok yang menggerakkan orang lain. Kehadirannya bisa mendorong orang lain untuk berpikir, hingga bisa bergerak secara mandiri, mengupayakan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya. Siapa yang bisa menyangkal bahwa ia adalah teladan dalam kepemimpinan?

Di dalam definisinya, ‘memimpin’ setara dengan beberapa hal, yaitu mengetuai, memenangkan paling banyak, memegang tangan sambil berjalan, memandu, dan melatih. Ketika kebanyakan orang mengadopsi hanya dua definisi pertama, Ibu Kiswanti justru telah mempraktikkan semua hal tersebut. Ia mengetuai sebuah ruang membaca, ia memenangkan kepercayaan masyarakat, ia ‘memegang tangan’ anak untuk berjalan ke arah yang lebih baik, dan ia juga memandu serta melatih orang-orang di sekitarnya untuk dapat lebih berdaya daripada sebelumnya.

Apalagi anak-anak adalah calon pemimpin-pemimpin, mereka harus diberi contoh yang menginspirasi. Persis seperti kalimat Isran Noor, calon Presiden dari Konvensi Rakyat, “Pemuda merupakan kunci perubahan dalam bernegara, karena akan menjadi pelopor utama dalam pembangunan.”

PENDIDIKAN YANG MENYENANGKAN


Dalam banyak kesempatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, sering mengungkapkan bahwa pendidikan seharusnya tidak membelenggu atau membebani siswa, tetapi mencerahkan dan menyenangkan. Anies berjanji akan mengupayakan pembelajaran yang lebih berkualitas dan menyenangkan.
Sayangnya, ketika ditanya, konsepnya seperti apa dan kapan akan dilaksanakan, Pak Menteri tidak memberi jawaban pasti. Kita tentu sepakat, pendidikan memang harus membebaskan, mencerahkan, dan menyenangkan sehingga anak-anak kita gairah, bahkan passion, kasmaran belajar.
Pendidikan yang membebani dan membosankan, hemat penulis, ikut menjadi penyebab mengapa pendidikan kita belum mencapai hasil menggembirakan, bahkan gagal. Dikatakan gagal karena pendidikan kita tak kunjung mendekat pada tujuan pendidikan nasional seperti diamanatkan UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, juga gagal karena sepi prestasi.
Kemampuan anak-anak kita dalam bidang matematika dan sains yang menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan tergolong rendah, jauh dari yang diharapkan. Bahkan merupakan yang terendah di antara negara-negara ASEAN.
Seperti umum diketahui, hasil terbaru TIMSS (Trend in Mathematics and Science Studies) 2011, Indonesia berada di peringkat 38 dari 42 negara peserta. Singapura berada di peringkat ke-2 dan Malaysia ke-26. Hasil PISA (The Programme for International Student Assesment) 2012 menempatkan Indonesia hampir di posisi juru kunci, peringkat 64 dari 65 negara peserta.
Konsep dan kreativitas guru
Pengembangan pendidikan yang menyenangkan itu, hemat penulis, terkait dengan 2 hal pokok: 1) konsep dan 2) implementasi yang menuntut kompetensi dan kreativitas guru.
Soal pertama, konsep, perlu dirumuskan secara jelas agar tidak terjadi mispersepsi. Konon ada guru atau wali murid yang memahami `pendidikan yang menyenangkan’ itu secara terpisah, yakni pendidikan dan lalu bersenang-senang. Ada pula yang menekankan senang-senangnya ketimbang pendidikannya.Ini tentu keliru! Menurut Scott D Richman, kesenangan (dalam fun teaching) itu bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan agar murid bisa menikmati pendidikan sehingga mendongkrak prestasi belajar mereka (Successful Teaching, 2013: 83). Di kalangan pakar pendidikan, model atau strategi pembelajaran yang menekankan partisipasi dan keaktifan siswa sudah banyak dikenal, mulai dari konsep active learning dari Melvin Silberman, guru besar Tempel University yang kesohor dengan bukunya, Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject (1996) dan 101 Ways to Make Training Active (2011), hingga Quantum Teaching dari Bobby DePorter (2010).
Model pembelajaran Quantum Teaching (QT) diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Georgi Lazanop (Bulgaria) dan dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya, Bobbi de Porter (Amerika), penulis buku best seller, Quantum Teaching. Konsep ini diujicobakan di Super Camp, lembaga kursus yang didirikan dan dikembangkan oleh Bobbi. Hasilnya memang menggembirakan.
Strategi ini berhasil menaikkan motivasi 68%, prestasi belajar 73%, percaya diri 81%, harga diri 84% dan keterampilan 98 %. (Bobby DePorter, 2010).
Di Indonesia, konsep active learning ataupun quantum teaching juga sudah cukup dikenal, dengan terjemahan yang beragam, mulai dari konsep cara belajar siswa aktif (CBSA), pendidikan aktif kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), hingga yang terbaru konsep pendidikan aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan (PAIKEM).
Namun, sejauh mana guru guru kita memahami konsepkonsep pembelajaran yang menekankan keaktifan dan kreativitas dari siswa ini, dan sejauh mana mereka mengim plementasikan dalam proses pembelajaran, sulit menjawabnya. Tanpa kemampuan dan kreativitas yang memadai, strategi pengajaran baru yang diwajibkan tidak akan pernah berjalan. Karena sebagaimana biasanya, para guru akan tetap melanjutkan yang lama meski dengan merek baru.
Soal kedua, ialah soal implementasi. Seperti telah disinggung di atas, soal kedua ini terkait erat dengan kemampuan dan kreativitas guru. Agar kreatif dan sukses dalam melaksanakan tugas pembelajaran, para guru mesti memahami dengan baik 4 prinsip sukses pembelajaran, successful teaching, seperti diusulkan Scott D Richman di bawah ini.
Pertama, remember they are just kids, sadari mereka (peserta didik) itu hanya lah anak-anak. Ba nyak guru lupa bahwa yang dihadapi itu hanyalah anak anak, bukan orang dewasa. Guru perlu mengenali watak dan kecenderungan kejiwaan mereka. Materi dan cara yang digunakan harus sesuai dengan mental mereka. Meski mereka nyata-nyata melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. “You have to keep loving them just as much,“ demikian nasihat Bill Cosby.
Kedua, listen what your students have to say, dengarkan apa yang ingin mereka katakan. Banyak guru hanya bicara dan bicara lagi, dan tidak ada waktu bagi murid untuk bicara, mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Dalam penelitian, diketahui guru bicara lebih dari 80%. Mestinya guru lebih banyak mendengar ketimbang bicara, seperti nasihat Mark Twain, “If we were meant to talk more than listen, we would have two mouths and only one ear.“
Ketiga, give the students 100% of yourself, curahkan perhatian sepenuh hati. Perhatian guru berkorelasi secara positif dengan capaian siswa. Di sini, kompetensi personal dan dedikasi guru menjadi taruhan keberhasilan pembelajaran.
Keempat, focusing on the positive, fokus pada hal-hal yang baik dari siswa. Filosofi pengajaran berlawanan dengan filosofi pemberitaan, jurnalistik. Media biasanya selalu mengejar yang buruk-buruk, karena menganut paham, “Bad news is good news.“ Pengajaran justru melihat sisi-sisi positif dan menumbuhkannya, sehingga pembelajaran menarik minat siswa dan membuatnya memiliki passion kasmaran belajar.
Mulai dari guru
Dengan konsep dan kompetensi serta kreativitas guru yang baik, pembelajaran yang diharapkan Pak Menteri itu bisa dilakukan. Penulis, sepaham dengan banyak pakar yang menyatakan, tidak ada mata pelajaran yang jenuh, bikin bete, dan lain-lain; yang ada adalah guru dan cara mengajar yang membosankan.
Jadi, perbaikan kualitas pendidikan kita bisa dimulai dari guru. Idealnya, sesuai UU Guru dan Dosen, seorang guru mesti memiliki 4 kompetensi, yaitu profesional, pedagogis, personal, dan sosial. Sayangnya, di negeri kita, orang-orang terbaik dengan kompetensi tinggi malah tidak banyak yang bersedia menjadi guru. Malahan yang terjadi banyak orang menjadi guru karena tidak bisa menjadi yang lain. Ini yang membuat pendidikan kita tidak bisa mencerahkan dan menyenangkan.